Manfaatkan Potensi Alam, Pertamina Tingkatkan Produksi Bioenergi
PT Pertamina mengembangkan bioenergi untuk mempercepat transisi energi. Strategi bisnis rendah karbon ini diwujudkan melalui produksi biodiesel, bioetanol, bahan bakar penerbangan berkelanjutan atau sustainable aviation fuel (SAF), serta biometana.
Di sela Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB 2023 atau Conference of the Parties (COP) 28 di Uni Emirat Arab, Senior Vice President Research and Technology Innovation Pertamina Oki Muraza menceritakan inovasi yang dilakukan perseroan dalam memproduksi sumber energi alternatif.
Ia memaparkan, Pertamina mendukung kebijakan pemerintah untuk mencampur bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit dengan BBM diesel. Tahun ini, Pertamina telah memasarkan B35 sebagai produk biodiesel ramah lingkungan.
Namun, di satu sisi hal dapat ini membuat kebutuhan fatty acid methyl esters (FAME) yang menjadi bahan campuran biodiesel meningkat.
“Sehingga, kami mengembangkan minyak nabati terhidrogenasi atau HVO sebagai solusi meningkatkan campuran biodiesel,” jelas Oki dalam diskusi bertajuk “Bioenergy Innovations: Robust Solutions for Sustainable Energy” di Paviliun Indonesia di Dubai, ditulis Jumat (8/12).
Oki menyebutkan, terdapat 13 juta kiloliter (kL) bahan bakar diesel yang digantikan oleh HVO. Hal ini akan mengurangi emisi hingga 28 juta ton CO2eq per tahunnya. Untuk mendorong pengembangan biodiesel, Pertamina mengoperasikan Unit Kilang II Dumai, Unit Kilang III Plaju, dan Unit Kilang IV Cilacap.
Selanjutnya, Pertamina juga mengembangkan bioetanol. Pemakaian bioetanol akan membantu Indonesia mengurangi impor bahan bakar minyak.
Bioetanol dapat diolah dari tanaman yang menghasilkan glukosa. Namun, Pertamina tidak hanya menjadikan tebu sebagai bahan utama bioetanol. Tanaman seperti sorgum, nipah, dan beberapa jenis mangrove bisa menjadi bahan bakunya. “Pengembangannya bisa memberikan pemasukan berganda bagi petani,” imbuh Oki.